11.4.10
Berlomba Menuju "Kekerasan"
2 hal yang mau nggak mau membuat saya harus membuka text editor dan memencet satu demi satu tombol di keyboard laptop.
1. Revisi Equal Loudness Contour di tahun 2003
2. Data kuantitas penjualan CD music yang terus mengalami penurunan grafik.
Langsung aja ke point pertama di atas.
Equal Loudness Contour (ELC) bisa dikatakan sebagai konsensus bersama tentang bagaimana telinga manusia memperceive loudness (kekerasan suara). Ada semacam korelasi hebat antara frequency response dan level kekerasan suara yang diterima oleh telinga manusia. Frequency response yang kita perceive ketika mendengarkan musik di level kekerasan 70dBA dengan yang 90dBA sangat audible perbedaannya. Ketika anda mendengarkan di level 70dBA (level yg sama dengan kekerasan percakapan kita menggunakan mulut) biasanya anda membutuhkan response yg lebih di range frequency low dan high, alhasil anda menaikkan level di freq 80-100Hz dan 8-10kHz pada equalizer graphic home stereo.
ELC pertama kali dikeluarkan pada tahun 1933 oleh 2 orang ilmuwan dari Bell laboratory yang bernama Fletcher&Munson, kemudian di tahun 1956 dua orang lain yang bernama Robinson & Dadson mengeluarkan curves ELC baru dengan metode pengambilan sample yang mereka klaim lebih baik dari pada metode yang digunakan oleh Fletcher&Munson. Perbedaan keduanya pada media untuk menginject pure tone pada responden, Robinson&Dadson menggunakan single speaker (front presentation) sedangkan Fletcher&Munson menggunakan headphones (side presentation). Di tahun 2003, Tohoku University mengeluarkan revisi lainnya dari ELC(ISO 226:2003), kali ini periset mereka berasal dari berbagai negara dan respondennya juga berasal dari berbagai ras.
Tentang Sayal
Quotes Today
With digital EQ, I find because of the lessened phase shift issues, you’ve got to throw the faders around a lot more than you do with analog EQ. I work on something ITB, and and I find that I’m often +8 or -10 on things, where if I did that with an analog EQ it would totally suck the life out of it.
- Bob Power
Live Concert Recording dan Kisah-Kasihnya...

Digitalisasi audio berdampak sangat besar pada dunia live sound recording. Mulai dari cost production hingga pada kemampuan menekan waktu yg dibutuhkan dalam keseluruhan proses produksi. Dan yang lebih luar biasanya lagi ternyata teknologi ini juga merubah bagaimana live sound professional bekerja mulai dari setup, checksound hingga broadcast release.
Sekitar 15 tahun yang lalu merekam sebuah pertunjukkan live performance dengan menggunakan multi-tracker berbiaya cukup tinggi. Ketika DAW, laptop dan digital consoles berbasis komputer muncul, kelemahan-kelemahan ini terminimalisir sedikit demi sedikit bahkan merubah sebagian sistem recording di live performance. Perkembangan teknologi trifecta ini telah merubah wajah audio.